Jumat, 18 Januari 2013

cerpen

<p>Your browser does not support iframes.</p>
SEKAPUR SIRIH
               Puji dan syukur kami panjatkan kepada Illahi Robbi. Karena dengan Rahmat-Nya lah kami dapat berkarya dengan penuh penghayatan dalam novel ini. Tak lupa kami berterimakasih kepada pihak yang telah membantu terciptanya novel ini.
               Cerita dalam novel ini bukan berdasarkan fakta, hanyalah fiktif belaka. Kami yang berimajinasi. Namun jika terjadi kemiripan dengan ceita ini yang terjadi di kehidupan sehari-hari, itu memang kenyataan. Tidak ada unsur rekayasa.
               Kami sadari bahwa novel ini jauh dari kesempurnaan. Banyak terjadi kekuarangan dan kesalahan di sana sini. Oleh karena itu, kami memerlukan kritik dan saran yang membangun.

Penulis: Neng Fitri Rahayu


Malam yang indah ini, dua sejoli yang saling mencintai bersama dalam gemerlapnya pergantian tahun. Rafles dan Astrid pergi ke pantai untuk menyaksikan pesta kembang api acara tahun baruan. Ditengah keramaian, tiba-tiba Astrid ingin ke toilet.
               “Sayang, Astrid ke toilet dulu yach!” kata Astrid
               “Aku anter?” Tanya Rafles
               “Iya dong sayang” kata Astrid
Mereka menuju toilet umum. Ketika Astrid berada di dalam ruangan, Rafles mendengar ada wanita yang berteriak minta tolong.
               “Tolong… tas saya dijambret” Teriak permpuan itu
 Rafles langsung menghampiri perempuan itu.
               “Ada apa nona?” Tanya Rafles
               “Tas saya dijambret!” Perempuan itu panik
               “Biar saya yang kejar” kata Rafles
Rafles berhasil mengejar penjambret dan mengembalikan tas nona jelita itu.
               “Makasih banget yah! Kalo ga ada mas, tas saya melayang” perempuan itu tersipu malu
Rafles beranjak namun perempuan itu memanggil.
               “Mas…” teriak perempuan itu
Rafles menoleh.
               “Ini kartu nama saya. Jadi kalo ada perlu sama saya, hubungi saya. Saya siap membantu. Karena saya berhutang budi pada anda.” Kata perempuan itu
               “OK” kata Rafles
Sementara itu, Astrid mencari Rafles. Ia khawatir pada kekasih yang dicintainya itu. Maklum, mereka sudah menjalani hubungan itu selama 5 tahun. Tiba-tiba Rafles berada di depan matanya.
               “Ih, Rafles kemana aja sich… Astrid kan takut kehilangan kamu” kata Astrid
               “Tenang sayang, hati aku cuma ada buat kamu” kata Rafles merayu
               “Sebel deh. Dasar satria Gombal” kata Astrid
               “Ya udah, acara akan segera dimulai. Kesana yuk!” ajak Rafles
Pada acara itu, Astrid sepertinya memohon sesuatu. Yaitu pengharapan untuk tahun 2011.
               “Ya Tuhan, aku ingin….” Kata kata Astrid terpotong oleh ucapan Rafles
               “Rasfa Kania….” Kata Rafles membaca kartu nama perempuan yang ia tolong tadi.
               “Rafles, siapa Rasfa?” Tanya Astrid dengan wajah ketakutan.
               “Tadi aku nolong perempuan yang tasnya dijambret. Terus dia ngasih kartu nama ini.” Kata Rafles berusaha jujur.
               “Oh, kirain pacar baru kamu. Sayang tau ga? 6 bulan lagi Astrid mau di kuliahin sama bunda di Amerika.” Kata Astrid
               “Yach, jauh donk” kata Rafles
               “Kan ada telfon.” Kata Astrid.

***
Waktu bergulir begitu cepat secepat kecepatan cahaya. Hari ini Rafles mengantarkan Astrid ke Airport. Mereka sudah sepakat untuk saling setia dan menjaga cinta mereka agar tetap abadi sampai mereka menikah nanti.
               “Aku sayang kamu, cinta!” Kata Rafles
               “Aku juga” Kata Rafles
Mereka berdua meneteskan air mata. Betapa besar cinta mereka.
Rafles pulang ke rumahnya. Namun karena pikiran yang kacau setelah menyaksikan perginya sang kekasih, ia menabrak seorang wanita yang sedang menyeberang. Perempuan itu dibawanya ke rumah sakit. Perempuan itu koma. Suatu ketika, Rafles menatap wajah yang menurutnya familiar.
               “Rasfa?” Rafles tersentak ketika melihat paras wanita molek yang terbaring koma di depannya.
Setelah sembuh dari komanya, Rafles megantarkan Rasfa ke rumahnya dan menjelaskan kepada keluarganya. Semenjak itu, Rafles jadi sering mengunjungi rumah Rasfa untuk melihat keadaannya karena ia merasa bersalah. Kegiatan itu ia lakukan hampir seminggu sekali hingga tumbuhlah benih-benih cinta di hati mereka.
Akhir-akhir ini, Astrid jarang memberi kabar. Hal ini membuat Rafles membagi posisi Astrid di hatinya dengan Rasfa. Semakin hari, makin besar pula harapan Rafles untuk memiliki Rasfa. Hingga suatu saat, ia sudah tak bisa memendam rasa cintanya lagi.
               “Fa, kamu tau ga di hati aku ada siapa?” tanya Rafles
               “Meneketehe… emangnya aku dukun?!”
               “Ada kamu!”
               “O..Ya, emang bisa?”
               “Bisa donk…”
               “Rafles…coba liat bunga warna pink itu…” kata Rasfa sambil menunjuk
               “Kamu mau, Fa?”
Rasfa terdiam. Rafles mengerti apa keinginan cewek idamannya itu. Ia segera memetik bunga itu dan ia berikan kepada Rasfa.
               “Makasih… bagus banget yah, bunganya…”
               “Fa… aku mau ngomong”
               “Liat kelopaknya, lucu kan?” Rasfa tak menghiraukan
               “Fa… liat mata aku!” Rafles mengarahkan wajah Rasfa agar matanya menatap mata Rafles.
Rasfa tersentak dan membisu.
               “Aku sayang kamu, Fa. Aku pengen kamu jadi bidadari di hati aku. Yang menyinari sudut gelap hati aku!” kata Rafles
Rasfa tetap diam.
               “Aku benar-benar cinta sama kamu. Kamu mau kan jadi cewek aku?” kata Rafles. Nada suaranya merendah.
               “Aku mau, karna aku juga sayang kamu. Dimataku, kamu tuh sosok cowok yang penuh tanggung jawab dan penyayang….” Kata Rasfa
Rafles langsung memeluk Rasfa dan mereka resmi pacaran. Tapi hal ini tidak diketahui oleh orang tua masing-masing.

***
Seminggu mereka pacaran, mereka jalani dengan hari-hari bahagia. Hari ini, Rafles berulang tahun. Tepatnya, yang ke-24. Rasfa telah mempersiapkan kado terindah untuk pacarnya dan ia datang ke rumah Rafles, namun Rafles sedang tidak ada di rumah. Yang ada hanya Andika, kakaknya Rafles yang bekerja sebagai pilot.
               “Misi, Raflesnya ada?” tanya Rasfa pada Andika.
Andika terpana seketika melihat keelokan paras wanita berumur 20 tahun itu.
               “Rafles sedang tak ada di rumah. Kamu temannya Rafles yah?” tanya Andika
               “Ia..” kata Rasfa
Tiba-tiba Rafles datang dan menegur kekasihnya.
               “Sayang, udah lama kamu nunggu di sini?” tanya Rafles
Rasfa hanya tersenyum.
               “Ini buat kamu. Aku sengaja beli ini sebagai kado ultah kamu.” Kata Rasfa
               “Makasih ya sayang…” kata Rafles
               “Oh, jadi dia cewek lo? Rakus lo. Gue ga pernah nyangka lo sebejat itu. Kalo lo pacaran sama dia, Astrid lo kemanain?” bentak Andika
Tiba-tiba Andika membentak dan menggantikan situasi yang romantis menjadi amarah.
               “Fles, bilang sama aku Astrid itu siapa?” Rasfa penasaran
Bibir Rafles bak terkunci karena kartu As-nya terbongkar oleh kakaknya sendiri.
               “Fles, jawab…!” kata Rasfa. Matanya berubah menjadi berkaca-kaca, namun Rafles tetap bungkam dengan wajahnya yang merah menyala.
               “Astrid itu pacarnya Rafles juga. Mereka dah pacaran bertahun-tahun, jadi kalo kamu mau jadi cewek cadangannya dia, berarti kamu cewek bego” kata Andika
Rasfa tak tahan membendung air matanya. Kado yang ia bawapun, ia jatuhkan lalu ia lari sekencang-kencangnya disertai air mata yang mengalir deras bak air bah. Rafles pun mengejarnya dan berhasil menarik tangannya.
               “Fa, tunggu fa. Aku bisa jelasin semuanya!” kata Rafles
               “Kamu tega sakitin hati cewek. Kamu pikir aku ini bakalan sayang sama kamu lagi? Enggak, fles…” kata Rasfa
               “Bukan gitu, sayang….” Kata Rafles
               “Pokoknya, mulai detik ini hubungan kita berakhir..” kata Rasfa sambil tersedu-sedu.
Rasfa berlari dengan hati yang telah remuk menjadi seribu bagian. Hancur sudah semuanya. Rafles tak bisa menyalahkan Rasfa karena jelas-jelas dia yang salah. Iapun berhenti mengejar perempuan yang baru saja memutuskan tali cinta dengannya.
               “Rasfa… maafkan aku!” kata Rafles.
Ia kecewa pada dirunya sendiri. Jika Astrid sampai tahu hal ini, berarti dia tlah menyakiti hati dua orang perempuan yang mencintainya. Tapi… beginilah cinta. Tak bisa dipikirkan dengan logika.

***
Suatu hari, Rasfa terlihat sedang termenung. Entah apa yang ada dipikirannya. Gara-gara Rafles, Rasfa nambah kurus seperti tiang. Akhir-akhir ini Rasfa jarang makan. Pikirannya tersentak ketika pintu rumahnya diketuk oleh seseorang. Ia segera membukanya.
               “Rasfa…!” sapa Andika
Rasfa menutup kembali pintu rumahnya. Karena ia tak mau berurusan dengan Rafles dan keluarganya.
               “Pergi…!!!” teriak Rasfa
               “Fa, dengerin Andika, Fa. Andika mau ngomong sesuatu. Ini bukan tentang Rafles..!” kata Andika meyakinkan.
               “Lantas, kamu mau apa? Mau marahin aku lagi?” Tanya Rasfa
               “Enggak. Makanya buka dulu.”
Rasfa membuka pintunya.
               “Silakan duduk.” Dengan wajah cemberut
               “Gini, Fa. Astrid dah pulang dari Amerika. Ayah dan bundaku merayakan makan malam. Tapi mereka pengen aku bawa cewek juga. Jadi aku pengen kamu damping aku di makan malam itu. Pura-puranya kamu jadi calon istri aku, Fa!”
               “Calon istri? Pacar aja bukan” Rasfa ketus
               “Namanya juga pura-pura.”
               “Aku ga mau. Aku dah punya niat untuk melupakan Rafles, sekarang kamu malah ajakin aku makan malam. Aku ga mau liat wajah Rafles lagi, Dika!”
               “Please, tolongin aku.”
               “Emang cewek kamu ga bakalan marah?”
               “Ye, makanya aku nyuruh kamu pura-pura jadi cewek aku juga aku ga punya cewek kali”
               “Abis, kamu terlalu keras sich, jadi cewek-cewek pada ngeri. Mentang-mentang lulusan Sarjana Hukum..”
               “Ah dasar….”
               “Sory..sory, aku becanda” Rasfa mulai tersenyum
               “Gimana, mau gak?”
               “Iya deh, untuk kali ini aku mau… tapi sekali aja ya!”
               “Thanx…”

***
Malam itu, keluarga Fachreza makan malam bersama. Rasfa didandani Andika secantik mungkin dan rencana itu berhasil. Rafles sangat terpesona pada Rasfa.
               “Nah, sekarang kamu harus memperkenalkan calon istrimu itu pada kami nak!” kata ayah Rafles pada Andika.
               “Kenalin diri kamu sama mereka!” bisik Andika pada calon istri palsunya itu.
               “Selamat malam semua… Saya Rasfa Kania..” dengan gugup.
               “Sejak kapan kamu mengenal anak kami, nak?” Tanya Pa Fachreza pada Rasfa.
               “Sebulan yang lalu, om”
               “Sudah, jangan panggil om. Panggil aja ayah. Kan kamu mau nikah sama Andika. Oh ya, memangnya kamu siap jika satu bulan lagi menikah dengan Andika, putra kami?”
Rasfa kaget dan bingung harus jawab apa, tapi Andika mencubit tangan Rasfa.
               “Aw….! Iya om, eh ayah..”
               “Yah, anak kita pinter-pinter milih calon istri yah?” Tanya Bu Ellia
               “Iya, bun. Astrid cantik… Rasfa juga ga kalah cantiknya koq…
Anak-anak ayah yang ayah sayangi, ayah setuju jika Rafles menikah dengan Astrid dan Andika menikah dengan Rasfa. Yang harus duluan nikahnya adalah Andika dengan Rasfa !”
Mendengar hal itu, pupil Rasfa makin mengecil. Ia bingung harus seperti apa jika ia harus menikah dengan Andika. Tak ada rasa cinta 1% pun di hatinya apalagi hasrat untuk menikah.
Makan malam telah selesai. Waktunya untuk mengantarkan bidadari masing-masing.
               “Kak Rasfa….” Teriak Astrid
               “Ada apa Trid?”
               “Boleh gak kapan-kapan aku maen ke rumah kak Rasfa?” Tanya Astrid
               “Oh boleh…!”
               “Strid… ayo pulang!” teriak Rafles
Astrid masuk mobil. Dua pasang mata berpandangan.
               “Masuk, Fa!” kata Andika
Di dalam mobil Andika, Rasfa memancarkan wajah gelisahnya.
               “Kenapa, Fa?” Tanya Andika
               “Ka, kayanya kita harus jujur sama ayah kamu deh”
               “Ah jangan. Dia punya asma. Aku takut asamanya kumat kalo kita jujur…”
               “Terus gimana lagi? Kita kan gak pacaran..”
               “Ga ada jalan lagi selain kita menikah, Fa”
               “Terus… gimana ka?”
               “Kita coba pacaran aja!” kata Andika
Rasfa tak menjawab apa-apa.
               “Maafin aku yah, gara-gara aku, kamu jadi kebawa-bawa!” kata Andika.
               “Aku akan coba…” kata Rasfa
               “Bener Fa?”
               “Ya….!”
Andika kegirangan dan memeluk Rasfa.
               “Dika….!!” Rasfa kaget
               “Sory… aku seneng banget. Makasih banget yah, fa!”
Rasfa hanya tersenyum.
Disanalah Andika merasakan sebuah perasaan yang berbeda pada Rasfa. Ternyata Andika jatuh cinta pada Rasfa, gadis polos yang dulu ia marahi.

***
Kini, hari-hari di hidup Andika sudah tak hampa lagi. Sudah terisi oleh Rasfa. Hari ini, Andika mengajak pacar barunya itu jalan-jalan pake mobilnya. Ketika sedang diperjalanan, Andika mengatakan sesuatu pada Rasfa.
               “Fa, boleh ga aku beneran sayang sama kamu?”
Rasfa hanya tertunduk malu.
Andika memandang wajah Rasfa. Ia makin yakin bahwa Rasfa begitu cantik dan polos. Hal itu membuat hati Andika tertarik untuk benar-benar memilikinya.
Tiba-tiba Rafles ada ditengah jalan dan nyaris tertabrak oleh mobil Andika. Andika mengerem mobilnya seketika dan keluar dari mobilnya.
               “Lu apa-apaan lu? Cari mati?” bentak Andika sambil melotot.
               “Gue gak suka aja cewek gue lu ajak jalan-jalan tanpa izin gue!”
               “Apa lu bilang? Cewek lu? Heh, dia cewek gua. Dia nerima cinta gue tadi malem. Daripada lu duain ama si Astrid. Denger yah, mulai detik ini, lu gak punya hak apa-apa buat ngelarang-larang dia jalan sama siapapun. Gue pacarnya, sekaligus calon suaminya. Ngarti lu?!” kata Andika
Begitu Rafles mengetahui bahwa mantan pacarnya telah jadi milik kakaknya, Rafles seperi disambar petir di siang bolong. Wajahnya merah.
               “Tapi gue masih sayang dia!” teriak Rafles
Rasfa turun dari mobil dan menampar Rafles.
               “Sayang apaan? Sayang kalo ga diduain? Kamu jahat!!!” Rasfa meneteskan air matanya sambil tetap memandangi Rafles dengan penuh kebencian.
               “Maafin aku Fa. Tapi aku memang masih sayang kamu. Aku cinta banget sama kamu…” kedua tangan Rafles memegang kedua pangkal lengan Rasfa.
Rasfa menepisnya disertai dengan isakan.
               “Lu kesini Cuma bikin dia sedih doang ya. Anjing lo!!!” mendorong Rafles sampai jatuh dan pergi bersama Rasfa dengan mobilnya.
               “Ah…. Sialan………..!!!” teriak Rafles.
Sementara itu, di mobil Andika Rasfa menangis tersedu-sedu sambil melihat Rafles dari jauh seiring berjalannya mobil menjauhi Rafles.
               “Rasfa……………!!! Sampai matipun aku akan tetap cinta kamu!!!” teriak Rafles.
Ia sadar, di hatinya masih terukir nama Rasfa yang mendalam beserta semua kenangan-kenangan.
               “Udah ya Fa, jangan nangis lagi…!” bujuk Andika
               “Aku bodoh ya Ka?” Tanya Rasfa memecahkan kesunyian.
               “Bodoh kenapa?”
               “Aku bodoh. Mau-maunya pacaran sama Rafles yang udah punya cewek! Aku bego banget!”
               “Itu bukan mutlak kesalahan kamu!” kata Andika
Rasfa tak berhenti menangis.
               “Udah ya, aku gak mau liat kamu sedih..” Andika memeluk Rasfa sambil menyetir mobil.
               “Makasih ya, Dika. Kamu baek banget…!”
Entah kenapa Rasfa kini merasa nyaman bila berada di dekat Andika meski hati kecilnya berkata bahwa ia masih sayang Rafles.

***
Hari berganti hari… benih cinta yang ada pada hati Rasfa tumbuh bersemi untuk Andika. Begitu pula dengan orang tua Andika. Mereka setuju dengan hubungan kedua insan itu. Hingga Pa Fachreza dan Bu Ellia sepakat untuk menetapkan hari pernikahan mereka.
               “Ha..nikah? Ga mungkin…. Rasfa harus nikah ma gue. Dia ga boleh nikah sama Andika. Gue ga setuju!!!” Teriak hati kecil Rafles ketika mendengar rencana pesta pernikahan kakaknya dengan gadis yang masih ia cintai.
               “Ini pasti mimpi buruk….” Kata Rafles
               “Bukannya bahagia kakakmu sudah mendapatkan jodohnya? Ini malah cemberut tak karuan” kata Pa Fachreza pada anak bungsunya.
               “Memangnya kapan yah pesta itu dirayakan?” Tanya Rafles
               “2 minggu lagi”
Hati Rafles makin tak karuan.
               “Cobaan semacam apa ini… akankah ada jalan untuk keluar dari masalah yang terlalu berat ini?” hati Rafles berkata-kata.
Malam itu, ia putuskan untuk menemui Rasfa sang pujaan hati.
               “Rasfa…!” Panggil Umi Salamah pada putri semata wayangnya.
               “Ia umi.. ada apa?” Tanya Rasfa
               “Ada nak Rafles ingin bertemu kamu!”
               “Mau apa dia kemari?”
               “Temui sajalah, nak. Apa susahnya?” kata umi
Rasfa ke ruang tamu.
               “Rasfa, sebaiknya kamu jangan menikah sama kakakku!”
               “Kenapa? Kamu tuh ga berhak yah atur-atur aku. Pacar aku aja bukan!”
               “Tapi kan seenggaknya kamu pernah jadi cewek aku…”
               “Ya terus kenapa? Pokoknya aku udah bullet untuk nikah sama Andika. Titik!!!”
               “Tapi Fa…”
               “Sekarang aku persilakan kamu keluar dari rumah ini!”
               “Baik.. aku akan pergi.. tapi jangan pernah menyesali apa yang telah kamu lakukan saat ini!!!” Rafles mengancam
               “Pergiiii…!” teriak Rasfa.
Lalu umi Salamah menghampiri Rasfa.
               “Rasfa, apa benar kamu pernah pacaran sama nak Rafles?”
Rasfa terdiam.
               “Jawab nak! Sebab jika benar, kehadiranmu akan menjadi masalah di keluarga mereka!”
Rasfa tetap terdiam dengan waktu yang cukup lama.
               “Maafkan Rasfa, mi…. Maafkan Rasfa…. Hal itu memang benar, namun Rasfa sudah terlanjur mencintai Andika Tapi Rasfa juga masih mencintai Rafles” ia menangis dengan air mata yang deras.
               “Apa??? Jangan nak, pernikahan ini jangan sampai terjadi. Ini sama Artinya kamu menghancurkan sebuah kelurga dengan mencintai kakak beradik itu!”
               “Tapi Mi… Rasfa bersungguh-sungguh untuk membina sebuah keluarga dengan Andika dan Andika juga sangat mencintai Rasfa” Rasfa sedu sedan.
               “Jangan…! Umi mohon sama kamu nak, jangan!!! Demi umi…!” Umi ikut menangis
               “Umi, Rasfa sudah terlanjur mencintai Andika. Bahkan umi tau sendiri kan bahwa tanggal pernikahannya pun sudah ditetapkan. Kalau Umi sayang Rasfa, izinkan Rasfa menikah..!” Matanya memerah.
               “Umi izinkan kamu menikah, nak. Asal jangan dengan salah satu dari mereka!” Umi menangis.
               “Umi… jika Umi tak izinkan Rasfa menikah dengan Andika, berarti Umi ga sayang sama Rasfa…!”
               “Umi sangat sayang padamu, nak. Tapi percayalah pada umi. Pernikahanmu dengan Andika Akan jadi bencana….!!!” Kata Umi.
               “Umi jahat.. Umi tak mau mengerti perasaan Rasfa….!” Rasfa berlari ke kamar dan mengunci kamarnya rapat-rapat.
               “Rasfa, buka pintunya, sayang…!”
               “Enggak.. umi jahat!!!”
               “Nak.. pikirkan lagi. Rasfa kan sudah 20 tahun, jadi umi pikir kamu bisa menentukan pilihanmu!”
               “Umi…Pilihan Rasfa tuh Andika…!”
               “Rasfa Sayang…Putri Umi satu-satunya, toolong pikirkan dengan matang. Rasfa sudah dewasa… Abimu di sana pasti sedih bila mendengar keputusanmu ini… Umi beri kamu waktu. Jika kamu sudah tenang, tolong beritahu umi ya, nak!!!” Umi berfikir secara matang dan akhirnya ia memanggil anaknya.
               “Rasfa.. keluar sayang, Umi mau bicara.”
Rasfa keluar sambil menunduk.
               “Umi izinkan kamu menikah dengan Nak Dika. Asal kamu bahagia dengan pilihan kamu itu dan Nak Dhika jangan sampai tahu tentang perasaanmu pada Nak Rafles. Umi khawatir, nanti....”
               “Tenang Umi, Rasfa tau..”
Rasfa memeluk Umi Salamah.
               “Aku sayang Umi...”
               “Umi juga sayang kamu, Nak.. jadilah istri yang terbaik untuk Nak Dhika dan jadilah menantu yang taat pada Keluarga Pa Fachreza. Umi selalu mendoakanmu..”
Akhirnya Umi mengalah demi kebahagiaan anaknya.

***
Hari itu, keluarga Pa Fachreza dan keluarga Umi Salamah sibuk menyiapkan segala sesuatunya untuk pernikahan Putra dan Putrinya. Seminggu lagi Dika&Rasfa menikah. Segala biaya pernikahan Dika&Rasfa ditanggung oleh keluarga Pa Fachreza.
Raut wajah mereka berdua begitu memancarkan kebahagiaan yang selama ini mereka inginkan.
               “Yank, kamu seneng?” tanya Dika
Rasfa hanya tersnyum. Keadaan ini berbeda dengan apa yang dirasakan oleh Umi Salamah. Ia khawatir jika suatu saat nanti, putri tunggalnya dibuang dari keluarga Fachreza.
               “Umi qo murung? Seharusnya Umi bahagia liat putri Umi ini telah mendapatkan calon pendamping hidup...”
Umi Cuma tersenyum pahit.
               “Maafin Rasfa, Mi.. Rasfa anak durhaka” air mata itu menetes sekali-sekali membasahi pipinya.
               “Ngga, nak. Anak Umi ga salah. Mungkin ini kebahagiaan kamu. Umi ga berhak menghalangi kebahagiaan putri Umi..”

***
Langit hari ini begitu ceria dihiasi awan yang putih seperti kapas. Rumah yang terdekorasi indah, kain yang melapisi tembok terlihat berwarna emas. Rangkaian bunga dihias dimana-mana dengan semerbaknya. Terutama di ruang pengantin. Andhika sudah siap-siap, tinggal menunggu Rasfa. Telah lama ia menunggu, ternyata Rasfa keluar juga dari ruang rias.
Mata Andhika terbelalak ketika melihat calon istrinya yang begitu cantik dengan menggunakan gaun pengantin gold yang terkesan lux. Alisnya dpertebal dan sedikit dikerik. Pertanda ia telah dilamar seorang pria. Matanya yang bagai bintang timur menyorot penuh ke arah Andhika hingga membuat jantung Andhika berdebar lebih kencang..dan lebih kencang lagi. hidungnya yang mancung menambah keindahan wajahnya yang lonjong. Bibirnya yang indah, tampak seperti warna delima merekah ketika dioleskan lipstik yang menyala. Dagunya seperti sarang lebah bergantung. Kulitnya yang putih, bersih, makin membuat ia cantik seperti bidadari.
               “Woy...ngedip donk!” kata teman Andhika
               “Bener Men, gue ga salah milih Rasfa.. gue bahagia. Sebentar lagi, Bidadari tak bersayap itu akan menjadi hak milik gue seutuhnya..”
               “Sombong... lo... sombong.. mentang-mentang gue jomblo” kata temannya sambil becanda
               “Itu sih derita lo. Hahahaha..”
Rasfa hanya tersenyum kecil.
               “Ayo, siap akad nikah?” kata Pak Penghulu
               “Siap..” kata Dhika.
Ketika akad nikah akan dilaksanakan, Rafles baru datang sehabis menjemput Astrid. Iapun terpana melihat keelokan wajah mantannya. Rafles dan Rasfa saling pandang. Lalu Rasfa berhenti menatap Rafles dan memfokuskan matanya pada Pak Penghulu.
Akad nikah dimulai...
               “Saudara Andhika Putra Fachreza bin Fachreza Yusuf, saya nikahkan dan kawinkan anda dengan saudari Rasfa Kania Angelin binti Indra Syahid (Alm). Dengan mas kawin sebesar emas 50gram, uang tunai 30juta beserta seperangkat alat sholat dibayar tunai.”
               Lalu Andhika menjawab “Saya terima nikah dan kawinnya Rasfa Kania Angelin binti Indra Syahid (Alm) Dengan mas kawin sebesar emas 50gram, uang tunai 30juta beserta seperangkat alat sholat dibayar tunai.”
               “Saksi sah?”
               “SAH....” teriak saksi serempak.
Hati Rafles hancur seketika. Ingin rasanya ia teteskan kepedihan. Tapi rasanya terlalu dramatisasi. Ia bepikir dua kali untuk menangis, karna ia seorang pria yang tak pantas untuk secemen itu. Ia berusaha menghibur dengan hatinya dengan tersenyum, walau senyum pahit. Ternyata tersenyum dengan hati yangluka itu sangat menyakitkan. Mungkin, Rasfa tercipta bukan untuknya. Humph.. ya sudahlah...
Setelah selesai acara, dilanjutkan dengan acara resepsi.
               “Yank, kamu ga nyesel kan pilih Dhika jadi pendamping hidupmu?”
               “Sama sekali ga menyesal. Karna Rasfa juga sayang sama kamu...”
               “Love U, Honey.... Love U so much..” Andhika mengecup dahi istrinya

***
Rasfa dengan Andhika menghabiskan bulan madu mereka di rumah Rasfa. Dua minggu pertama ia lalui dengan rasa aromanis. Minggu ketiga, Rasfa sering muntah pagi-pagi, sering punya keinginan aneh, ternyata ketika diperiksa oleh dokter, dalam perut Rasfa tertanam janin. Yaitu buah cintanya dengan suaminya. Rasfa dan Dhika sangat bahagia, tak lama lagi mereka akan menjadi orangtua. Ironisnya, cinta dan kasih sayang utuk Rafles belum juga usang termakan waktu. Belum juga rapuh meski ia telah bersuami. Ia benci itu.
Sore itu, Rafles dan Astrid datang mengunjungi rumah Rasfa dan Dhika. Rafles hanya mengundang secara lisan pada Kakak dan Kakak Iparnya. Bahwa seminggu lagi, ia akan melangsungkan pertunangan dengan Astrid. Hati Rasfa kacau tak karuan. Tapi ia masih bisa menahan bau bakar hatinya. Sebenarnya, Rafles ga tega karna ia tau Rasfa seperti apa. Rasfa ga akan mungkin mudah melupakan orang yang pernah ia cintai. Hati Rafles menjerit.. sejadi-jadinya.
               “Maafkan aku, Rasfa.....” Rafles melihat mata Rasfa berkaca-kaca. Namun ia tetap menahannya.
               “Selamat yah, moga kalian bahagia. Aku akan selalu mendoakan kalian.” Kata Rasfa
Yah.. mungkin cinta itu harus mengalah...

***
Pesta pertunangan itu, Rasfa terpaksa hadir. Ketika acara tukar cincin tiba, Rasfa hanya bisa meneteskan air mata sembunyi-sembunyi.
               “Cintaku terbuat dari kaca.. Tak bisa ku buat ia rontok ataupun rapuh. Tapi.. cintaku terhalang kaca yang tak bisa ku rapuhkan pula.” Hati Rasfa berbisik
               “Oh Tuhan, maafkan aku, . karena telah mencintai milik orang lain, Oh Tuhan, kuatkan aku., karena tanpamu, ku tak sanggup apa yang ku lihat kini... Sungguh tak sanggup.. Karena ku tak ingin menduakan cintaku untuk suamiku... Tolonglah aku..Tuhan....!”

***
Suatu hari, Dhika mendapat tugas yang cukup berat. Ia harus meninggalkan istrinya yang sedang mengandung 9 bulan demi melaksanakan tugasnya sebagai pilot selama 3minggu.
               ”istriku, Dhika bingung. Kalo nanti Dhika pergi, terus siapa yang membantu kamu melahirkan. apa mungkin kamu tinggal di rumah ibumu atau ibuku aja?”
               “Ga mau Dhika... aku hanya ingin melahirkan di sini.. di tempat ini...”
               “Dhika tau, itu pasti bawaan si dede..”
               “Dhika pergi tugas aja. Rasfa ga apa-apa qo..”
               “Kenapa ya, aku ngerasa berat ninggalin kamu?”
               “Ah.. Cuma sugesti aja. Percayalah, aku dan anak kita akan baik-baik aja..”
Akhirnya Dhika berangkat menjalankan tugasnya. Dengan berat hati ia tinggalkan istri yang sangat ia sayangi serta si kecil, si jantung hati.
               “hat-hati ya sayang.... doaku akan selalu menyertai dirimu...”
Dhika mencium dahi istrinya. Lalu ia meneteskan air mata.
               “Dhika ga pernah pergi tugas dengan hati yang berat seberat ini. Dhika bener-bener sayang kamu...”
Rasfapun menangis.
               “Sayang, jika suatu saat ku tak kembali di sisimu, kecuplah fotoku..”
               “Kamu jangan bikin aku sedih donk yank.. jahat akh!”
               “De, ayah mau pergi tugas dulu ya. Dede baik-baik sama bunda. Jangan nakal..” kata Dhika sambil mengelus-ngelus perut istrinya yang buncit dan menatapnya dengan penuh kasih sayang. Tak lama kemudian, Dhika menjauh perlahan dari penglihatan dan menghilang.
               “Love U forever... my husband...” air matanya kembali membanjiri pipinya.
Sementara itu, beberapa hari lagi Rafles menikah dengan Astrid. Ia sengaja tak mengundang Rasfa, karena ia takut hal ini mengganggu kesehatan kandungannya. Ya, ia akan menikah tepatnya tanggal 17 Juli.

***
Tanggal 16 Juli pukul 20.00, Rasfa tampak sedang bercakap-cakap dengan sang suami via telfon.
               “Apa kabar sayang?”
               “Baik. Kamu sehat kan Bevs? Anakmu kangen. Dari kemarin nendang-nendang perut terus..”
               “Apa kabar anak ayah?”
               “Sehat ko sayang. Tapi kayanya ga lama lagi si Dede mau keluar..”
               “Besok aku pulang, sayang. Jangan khawatir. Aku naik Boeing 737”
               “Syukurlah. Aku hanya ingin melahirkan di sampingmu”
               “Manja ah..hahahaha”
Rasfa tampak tenang mendengar berita itu. Ia ingin cepat-cepat esok hari agar dapat memeluk suaminya lagi.

***
Rafles sedang menjalankan akad nikah bersama Astrid. Tiba-tiba handphonenya berdering.
               “Haloo.. i.. ini.. Rafles?”
               “Ia, ada apa Dhik?”
               “Tolongin istri gue, firasat gue bilang dia melahirkan hari ini. Pesawat gue kecelakaan. Sebentar lagi gue meledak”
               “Wah, lo jangan becanda, gue lagi akad nikah ni!” Rafles marah
               “Gue serius. Kalo ga percaya, ntar liat di TV!”
               “Ok’..ok gue kesana!”
Rasfa sedang menyiapkan makanan dan perayaan atas kedatangan suaminya. Segalanya ia lakukan sendiri. Tiba-tiba Rafles datang, tapi Rasfa masih baik-baik saja. Rasfa kaget karena yang ia lihat adalah mantannya yang mengenakan baju pengantin.
               “Fa, gawat. Dhika kecelakaan pesawat.”
               “Kamu jangan ngedoain Dhika kaya gitu donk..”
               “Aku serius, Fa. Kalo ga percaya, nih aku telfon”
               “Halo.. Dhika.. Kamu becanda kan sayang?”
               “Aku serius. Aku terjepit badan pesawat. Ga bisa keluar...”
               “Dhika.. Dhika kamu harus bertahan, sayang..”
               “Aw,,,” Dhika merasakan kesakitan yang teramat keras ketika ekor pesawat mulai terbakar.
Rasfa menangis dengan kepanikan yang luar biasa.
               “Rasfa....istriku tercinta...” dengan suara yang lelah
               “Dhika....dhika kamu harus kuat, sayang. Aku dan anak kita menantimu..”
               “Aku.. Ak..akuuu say.. sayyang kam.. kamu se..lam..manya......” tiba-tiba Rasfa mendengar ledakan yang sangat keras.
               “Enggak, aku pasti mimpi,, aku pasti mimpi, Rafles..”
Ia menyetel TV untuk membuktikan hal itu.
               “Selamat siang pemirsa. Jumpalagi dengan saya, Rosiana Silalahi dalam liputan SCTV. Pemirsa, pesawat Boeing 737 yang dikendarai oleh pilot bernama Andhika Putra Fachreza meledak beberapa saat setelah menabrak tebing. Pilot dan 15 awak dinyatakan tewas...” Rasfa kembali mematikan TV itu.
               “Dhikaaaaa........suamiku.......... kamu ga boleh pergi.. jangan pergi sayang.......” Rasfa berteriak histeris.
Tiba-tiba Rafles melihat darah dan lendir berceceran.
               “Rasfa, air ketubanmu pecah..” teriak Rafles
               “Ah....sakit perut....”
Rafles segera membopong Rasfa yang lemah. Ia membawanya ke Rumah Sakit dan memberi tahu semua keluarga dan mereka semua datang.
Sementara itu di ruang bersalin...
               “Aduhhh.... Aku ga mau melahirkan tanpa ada Dhika..”
               “Ada aku, Fa...”
               “Ah....”
               ”Ayo mbak, keluarkan semua tenaganya” kata dokter
               “Ahhhhhhhhhhh..............” belum juga keluar.
               “Ayo Rasfa...!!!”
Rasfa memegang erat tangan Rafles.
               “Hua...........h..... hua........... hhhh... ah.................”
Lahirlah seorang bayi mungil bejenis kelamin laki-laki dengan tangisan yang menggema di ruang bersalin.
                “Dia ganteng, kaya Dhika..”
Rasfa menangis tersedu...
               “Sayang, anakmu lahir.... dia tampan sepertimu..”
               “Rasfa... yang tabah ya...”
               “Anakku yatim... maafkan bunda, nak..”
               “Kalo kamu mau, aku bisa jadi ayah dari anakmu. Karna aku masih sayang kamu. Sampai saat ini..”
               “Kamu ga mikir. Aku tau itu. Tapi kamu ga pantes bilang gini sama aku. Aku ga mau merusak hubungan lagi untuk yang kedua kalinya”
Tiba-tiba Astrid datang.
               “Aku relakan Rafles untuk Kak Rasfa. Karena Kak Rasfa dengan bayi Kak Rasfa lebih membutuhkan Rafles daripada aku. Lagian, keluarga Astrid udah ngejodohin Astrid dengan seseorang. Jadi, yang Astrid mau kalian segera menikah. Demi kak Dhika yang telah pergi, dan demi bayi yang lahir dari rahim Kak Rasfa. Kak Dhika mengamanatkan ini jauh-jauh hari. Almarhum juga bilang bahwa ia sangat mencintai kak Rasfa.”
Ia memberikan cincin perkawinannya pada Rasfa dan beberapa hari kemudian menikah dengan pilihan keluarganya. Beberapa hari kemudian, Rasfapun menikah dengan Rafles dan hidup bahagia. Dhika hanya tersenyum dan berkata.

“Cinta memang ga punya logika dan Rasfa & Rafles adalah cinta sejati....”

---------------SELESAI---------------


Penulis: Neng Fitri Rahayu
akun FB ku: veethry lupphly
akun twitter: veethry lupphly

0 komentar:

Posting Komentar